Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pihak menyampaikan kritik wacana presiden tiga periode dan penundaan Pemilu 2024. Mereka berharap pada tahun depan kondisi politik bisa semakin membaik.
Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said menegaskan, masyarakat Indonesia tidak bodoh sehingga elite politik jangan terus mengucapkan ide-ide tak etis dengan mengatasnamakan menjunjung tinggi demokrasi. Salah satunya wacana penambahan masa jabatan presiden.
“Ketua MPR bicara soal tiga periode, dengan alasan untuk memancing ide. Apa boleh secara hukum? boleh. Tapi apakah patut diucapkan oleh pemimpin lembaga tinggi negara? seharusnya, tidak,” ujar Sudirman Said dalam diskusi publik bertajuk Ngopi dari Sebrang Istana: Merangkum 2022, Menyambut 2023, Minggu (18/12/2022).
Menurut dia, wacana tiga periode yang digulirkan segelintir elite politik dapat menimbulkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Ia berharap, ide-ide liar seperti itu dihentikan pada 2023.
“Tahun depan itu, pemilu harus kita gunakan sebagai jalan mengembalikan kepatutan. Publik etik. Kita punya banyak orang cerdas untuk mengembalikan publik etik yang saat ini sudah tergerus,” ucap Sudirman.
Diskusi tersebut turut dihadiri pengamat politik Siti Zuhro, pengamat ekonomi Ninasapti Triaswati, pengamat hukum/pegiat HAM Asfinawati, Deputi BAZNAS Arifin Purwakananta dan artis Ronal Surapradja.
Baca Juga
Siti Zuhro menegaskan, kehidupan sosial politik Indonesia pada tahun depan tak akan stabil jika segelintir elite pejabat masih mengedepankan kepentingan kelompok di atas hajat rakyat. Oleh karena itu, pilpres 2024 harus melahirkan pemimpin baru yang paham hukum dan bisa mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Siti juga mengayangkan ucapan Ketua MPR, Bambang Soesatyo yang menggelindingkan wacana penambahan 2 tahun masa jabatan presiden Joko Widodo. Menurut dia, hal tersebut sangat melukai rakyat.
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio menuturkan pihaknya optimistis bahwa pemilu 2024 tak akan ditunda, dan yakin masih ada orang-orang dengan integritas tinggi dan beretika yang pantas untuk jadi presiden Indonesia yang kedelapan.
“Pembelahan penundaan pemilu hanya ada di media sosial. Di dunia nyata, sama sekali tidak ada pembelahan,” ujar Hensat.